''PESTA KEMATIAN''
Memasuki bulan Juni maka keramaian di kota-kota Toraja seperti Makale dan Rantepao mulai terasa. Banyak orang dari berbagai penjuru kota di Indonesia berdatangan, selain liburan sekolah, berwisata, juga adanya kegiatan pesta-pesta di Toraja, seperti pernikahan, kematian dll, yang biasanya diselenggarakan pada bulan Juni s.d Agustus setiap tahunnya. Selain bulan tersebut kegiatan pesta di wilayah Toraja dilaksanakan pada bulan November Desember dan Januari. Di bulan-bulan tersebut situasi perkotaan di Toraja akan sibuk. Khusus kegiatan ''pesta kematian'', selain sebagai bentuk pesta adat, acara ''pesta kematian'' yang disebut ''rambu solo'' juga menjadi ajang wisata yang sangat menarik.
Apabila menghadiri acara kematian di Toraja yang disebut 'rambu solo' tersebut sangat lah mengesankan, karena dalam suasana duka, acara berjalan dengan baik, meskipun diantara rasa duka, tetapi suasana ''pesta kematian'' tetap meriah.
Hal ini disebabkan adanya keyakinan bahwa kematian adalah jalan menuju keabadian kekal. Bagi orang Toraja kematian harus dilakukan dengan meriah, sehingga disebut ''pesta'' bukan hanya kesedihan atau duka cita semata. Hal ini tercermin ketika bertemu dengan mereka yang mau pergi ke rumah duka akan mengatakan ''mau pergi pesta'', bukan pergi melayat. Suatu penghayatan kematian yang sangat luar biasa, karena mereka merasa bahwa untuk terakhir kalinya bertemu dengan almarhum sehingga harus dilakukan secara meriah, meskipun tidak mengurangi rasa duka. Orang Toraja percaya, kalau perpisahan dilakukan secara meriah, maka arwah yang meninggal juga akan disambut meriah pula di kediaman abadi di dunia atas sana, tempat para dewa bersemayam. .
Sesuai dengan adat kepercayaan orang Toraja pada masa lalu yang disebut dengan ''Aluk To Dolo yang artinya adalah (Aluk = kepercayaan, To = orang, dolo = dulu) di dalam kepercayaan leluhur masyarakat Toraja dimana kerpercayaan ini tidak mengenal adanya neraka dan percaya kepada Dewa yang maha Kuasa serta menganggap bahwa orang tua adalah wakil TUHAN di dalam dunia, sejahat apapun orang tua mereka saat di dunia, maka pada saat kematian harus tetap dimuliakan dengan '''pesta kematian.''. Oleh karena itu bagi masyarakat Toraja kematian adalah peristiwa istimewa yang harus diselenggarakan secara istimewa pula dalam pesta kematian. ''Bagi masyarakat Toraja, khususnya pemeluk kepercayaan Aluk To dolo, kehidupan diatur dari langit, maka orang yang meninggal akan diantar ke langit sehingga harus diperlakukan dengan baik.16 Nov 2022''
Selain memuliakan orang yang sudah meninggal melalui pesta kematian, ''Dalam kepercayaan masyarakat Toraja, mereka menganggap bahwa tau-tau (orang-orangan) merupakan perwujudan dari orang yang telah meninggal, dengan demikian orang yang telah meninggal tersebut tetap menjaga anak cucunya dari atas sana (alam baka).'' dengan demikian rangkaian upacara ''pesta kematian'' merupakan kesinambungan antara yang masih hidup dengan mereka yang sudah berada di atas sana.
''Dalam Aluk To Dolo (kepercayaan tradisional masyarakat Toraja, seseorang yang telah meninggal belum akan dianggap meninggal sebelum dilaksanakan upacara Rambu Solo ." Dahulu, masyarakat adat Toraja menyimpan jenazah di dalam rumah tongkonan. Disebutkan ''masyarakat adat Toraja menyimpan jenazah di dalam rumah tongkonan, dengan waktu penyimpanan maksimal hingga tiga puluh enam malam bagi keluarga bangsawan. ''
Penghayatan soal kematian masing masing orang dan budaya berbeda-beda, namun harapannya sama jiwa-jiwa yang sudah meninggal akan masuk ke alam keabadian, yang disebut surga atau nirwana. Pemahaman kehidupan setelah kematian dan kondisi serta situasi alam akan mempengaruhi bagaimana manusia menjalani prosesi kematian. Seperti hal nya budaya suku Badui yang iidak menempatkan orang yang meninggal di tempat pemakanan. Disebutkan bahwa ''tradisi pemakaman warga Baduy hanya berlangsung selama tujuh hari. Setelah itu, masyarakat sudah tidak melakukan aktivitas apapun yang berkaitan dengan kematian. Bahkan, warga sudah bisa menggunakan lahan dari pemakaman warga itu untuk kegiatan bercocok tanam.''
Mereka mengubur jasad di luar perkampungan, tetapi setelah tujuh hari di atasnya kembali dimanfaatkan sebagai ladang atau ditanami kembali. Jadi di wilayah tersebut tidak ada kompleks makam.
Ini lah keunikan budaya yang berbeda-beda dalam cara memperlakukan kematian. Hal ini tentu memperkaya pemahaman kita terhadap kehidupan itu sendiri, bahwa aturan atau tata cara kehidupan ini merupakan hasil kesepakatan dalam suatu kelompok kecil atau terbatas, tetapi ada juga yang lahir dalam kelompok yang lebih besar, bahkan berlaku secara universal di dunia. Semakin orang memiliki pengetahuan dan pengalaman budaya, maka pemahaman akan makna kehidupan itu sendiri semakin mendalam dan luas.
Dengan mengetahui dan memahami budaya dapat menjadikan seseorang semakin adaptif dan toleran dengan perubahan maupun terhadap kepercayaan dan budaya apapun, karena kehidupan ini dinamis dan akan terus melahirkan budaya yang baru. Oleh karena itu, jangan pernah merasa paling benar dalam kehidupan ini, karena kehidupan merupakan mozaik yang indah dan masing-masing kita hanya memegang ''sepotong kebenaran'', yang bilamana digabungkan dengan ''sepotong kebenaran'' yang juga dimiliki oleh orang lain akan semakin membentuk sekumpulan kebenaran, meskipun tidak akan mungkin kebenaran yang utuh. Pertanyaan apa itu kebenaran menjadi sangat relevan dalam kehidupan ini, karena setiap manusia memiliki perpektif sendiri tergantung proses yang dilalui dalam hidup ini. Dengan kata lain kebenaran itu relatif untuk masing-masing orang, masing- masing kelompok, masing-masing negara dan bahkan masing-masing mahkluk hidup di semesta.
Menyadari banyaknya perbedaan dalam kehidupan ini, maka untuk dapat saling bekerja sama, hendaknya melihat perbedaan sebagai kekayaan dan saling melengkapi. Menghargai dan menghormati perbedaan adalah langkah awal untuk dapat bekerja sama, selanjutnya tumbuhkan saling pengertian dan kesadaran bahwa manusia tidak bisa bekerja sendiri, tetapi membutuhkan orang lain dalam perjalanan hidup di dunia ini. Dengan perbedaan latar belakang yang melahirkan perbedaan di berbagai bidang kehidupan maka manusia tidak bisa memaksakan diri agar manusia lain harus sama dengan dirinya, tetapi yang dibutuhkan adalah kesediaan untuk bekerjasama, bersinergis, berkolaborasi. .
Dengan dapat memahami perbedaan, maka manusia menjadi lebih mudah beradaptasi. Harus lah disadari bahwa hidup sendiri sebenarnya juga merupakan sebuah ''pesta'' yang boleh dinikmati, layaknya ''pesta kematian'' yang harus dirayakan dengan meriah. Hanya sayang banyak yang tidak bisa menikmati ''pesta kehidupan'' karena hanya fokus pada masalah bukan fokus pada solusi yang menjadi perhatian utama. Memandang perbedaan bukan sebagai kekayaan, tetapi harus diseragamkan dengan cara indoktrinasi, sehingga melahirkan fanatisme, intoleransi dan merasa paling benar, yang merusak sendi kehidupan yang hakiki. Oleh karena itu hadapi dan jalani kehidupan ini sebagai sebuah ''pesta,'' sebelum saatnya di ''pesta kan'' oleh orang lain.
Pandang lah antara hidup dan mati adalah ''perjalanan pesta'' yang harus dilalui dengan menyenangkan dan dinikmati. Dengan demikian Anda dapat menikmati segala suasana, baik suka duka, menyenangkan menyedihkan, dimana dan kapan pun dengan situasi bagaimana pun, karena ''semua akan berlalu''. Tidak ada yang abadi dalam hidup ini, kecuali hidup itu sendiri yang abadi. Tetap lah ber ''pesta'' apapun dan bagaimanapun keadaan Anda. Hidup adalah sebuah ''pesta'' yang pada saatnya juga akan berakhir. Hadapi ''pesta kehidupan'' dan ''pesta kematian'' dengan penuh syukur, optimis dan semangat, sadari bahwa semua manusia mengalami. Salam waras.
Toraja, 01Juli 2024
Rahayu. Rahayu, Rahayu
Kusumo Pawiro Danu Atmojo Jayadiningrat