''TETEP TAK TUKU''
Ada satu postingan di WA group yang cukup menggelitik, ''tetep tak tuku'', karena cocok dengan kondisi saat ini, di mana harga beras merangkak naik. Bahkan disebutkan berada di harga tertinggi sepanjang masa, ''Harga beras di Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Bahkan, kenaikan harga beras mencapai Rp18.000 per Kg pada akhir bulan Februari 2024 menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah perberasan di tanah air.27 Apr 2024''
Selain itu, setelah pihak terkait telah berusaha keras untuk mengendalikan harga., ternyata harga beras belum juga turun seperti diharapkan, maka terjadi mekanisme pasar, diimana tingginya permintaan tidak diimbangi dengan suplai, hal tersebut antara lain disebabkan biaya untuk proses tanam padi juga makin meningkat, sehingga petani berusaha menjual dengan harga tinggi. Memperhatikan situasi tersebut, akhirnya pemerintah telah menyetujui kenaikan harga beras, disebutkan bahwa ''Pemerintah menaikkan Harga Eceran Tertinggi beras di seluruh Indonesia per 1 Juni 2024. (CNN Indonesia)
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan relaksasi ini berlaku untuk beras premium dan medium. Kenaikan harga berdampak terhadap penjualan beras di pasar tradisional maupun retail modern.
Ini ditetapkan dalam Surat Kepala Badan Pangan Nasional kepada stakeholder perberasan Nomor 160/TS.02.02/K/5/2024 tertanggal 31 Mei 2024.''
Kenaikan harga beras di satu sisi menguntungkan petani, yang selama ini margin nya tipis karena melonjaknya biasa tanam dan operasional. Di sisi lain konsumen menjadi bertambah berat untuk membiayai kebutuhan pokoknya. Ini lah yang disebut sebagai keseimbangan, ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Pemerintah sendiri telah berusaha untuk memfasilitasi dengan berbagai insentif agar swasembada pangan dapat tercapai, tetapi apa mau dikata hal tersebut masih jauh. Lihat saja posisi impor beras yang masih terjadi, disebutkan untuk tahun 2024 ''Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Maret 2024 RI sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai USD371,60 juta.22 Apr 2024''
Tingginya impor beras menjadi indikasi belum mampunya ber swasembada pangan, khususnya beras. Tentu banyak hal yang menyebabkan sulitnya mencapai swasembada pangan, antara lain kalau situasi real di lapangan, hampir sebagian besar petani adalah orang yang sudah tua, tidak banyak lagi orang muda yang terjun di dunia pertanian. Dari data yang ada disebutkan bahwa 70% petani berusia diatas 45 tahun, yang berarti bukan lagi pekerja usia produktif yang optimal.
Kondisi pekerja pertanian di atas tentu memprihatinkan, padahal banyak sarjana pertanian yang bekerja bukan di bidang pertanian, kalaupun di pertanian, kebanyakan bekerja di ''belakang meja''. Tanah Nusantara yang subur bak ''tongkat dan batu jadi tanaman'' tidak mampu menopang kebutuhan makan penghuninya. Apakah memang demikian? Atau ada faktor-faktor lain yang menyebabkan hal tersebut? Tentu banyak faktor yang mempengaruhi belum tercapainya swasembada pangan. Salah satu yang cukup meresahkan adalah faktor tenaga kerja, dimana sebagian besar pekerja di bidang ini adalah mereka yang telah berumur tua, jarang ditemui anak muda yang bekerja di bidang pertanian. Baik karena gengsi, tetapi juga banyaknya pilihan bekerja di bidang lain yang tidak bergulat dengan lumpur. Orang muda memilih bekerja di perkotaan dengan bekerja serabutan, yang penting bukan menjadi petani. Kalau Anda mengunjungi sentra penghasil beras, bisa dilihat sebagian besar orang tua, mereka yang muda merantau keluar desa. Tidak ada orang muda yang bekerja di sawah.
Kelangkaan tenaga pertanian tersebut di atas apakah terus berlanjut di masa mendatang, dengan hadirnya digitalisasi dan kecerdasan buatan? Akan banyak jenis pekerjaan yang hilang, apalagi pekerjaan un skill, akan digantikan oleh kecerdasan buatan atau robot. Dengan demikian akan semakin sulit orang muda mencari pekerjaan di kota. Apakah kondisi ini akan menyebabkan mereka yang tidak mendapat pekerjaan di kota akan kembali ke desa untuk bertani kembali? Kemungkinan tersebut bisa saja terjadi, apalagi kebutuhan pangan akan terus meningkat dan menjanjikan. Bagi manusia pangan adalah kebutuhan pokok, maka dapat diistilahkan ''tetep tak tuku'' berapapun harganya kalau itu untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Dengan menggunakan logika ini, sebaiknya orang muda mulai berpikir untuk mengembangkan sektor pertanian, yang akan terus menjanjikan, karena seiring dengan meningkatnya kebutuhan bahan pokok makan, maka hal ini adalah peluang bisnis.
Namun bukan hanya soal tenaga kerja, tetapi sulitnya permodalan bagi petani menyebabkan para petani hanya mendapat margin sangat tipis. Permasalahan ini antara lain dikarenakan adanya tengkulak yang memainkan harga di tingkat petani, sehingga petani hanya memperoleh margin kecil. Di tingkat petani, para tengkulak ini lah yang berjasa memberi modal yang sulit didapat bila meminjam di bank, akses petani sangat minim. Di sisi lain para tengkulak begitu mudah menawarkan bantuan pinjaman, meski dengan bunga tinggi terpaksa petani menerima pinjaman tersebut. Belum lagi ketika panen, para tengkulak menekan harga dan memotong hasil petani dengan modal yang dipinjamkan dan bunganya. Sehingga petani terpaksa menjual pada mereka dan hanya menerima sedikit hasil. Hal ini juga disebabkan sulitnya akses transportasi, dimana harus membutuhkan biaya bila dijual di luar tengkulak, maka tidak ada pilihan lain bagi petani kecuali menjual pada tengkulak. Harga di pasar dibeli mahal oleh konsumen, tetapi sampai di tingkat petani hanya diterima kecil, karena jalur distribusi yang melewati banyak pihak hingga terjadi ''mark up'' harga.
Dengan memperhatikan faktor tenaga dan sulitnya akses permodalan, tidak ada pilihan lain bagi pemerintah untuk memberi insentif berupa subsidi bagi para petani. Dengan harapan margin bagi para petani semakin besar dan tentu akan menarik pekerja muda terjun di bidang pertanian. Subsidi selain diarahkan untuk bahan pendukung seperti pupuk, pestisida, distribusi juga diberikan untuk modernisasi alat pertanian dengan melibatkan pihak BUMN dan swasta dalam negeri. Peluang besar di sektor pangan ini harus menjadi perhatian karena ke depan sektor ini yang akan banyak menyerap tenaga kerja di banding sektor lain yang lebih banyak digantikan oleh kecerdasan buatan dan digitalisasi. Akibat dari adanya kecerdasan buatan dan digitalisasi dapat menimbulkan gelombang besar pengangguran, maka ada kemungkinan terjadi perpindahan besar-besaran pemilihan pekerjaan di sektor pertanian.
Di sisi lain, manusia tetap akan bersikap ''tetep tak tuku'' pada komoditas pangan, karena ini merupakan kebutuhan dasar atau pokok untuk tetap dapat bertahan hidup. Bahkan ada kemungkinan negara yang memiliki wilayah yang potensial untuk bidang pertanian akan menjadi tempat bergantung banyak negara di bidang pangan. Kesempatan besar ini jangan dilewatkan, selain menjadi negara industri sebaiknya potensi sebagai negara agraris tetap dipertahankan dan terus ditingkatkan dengan modernisasi pertanian. Kejelian pemerintah di bidang pertanian sebenarnya sudah muncul dengan adanya program ''food estate'', tetapi program ini mendapat banyak tantangan karena ada investor besar di bidang pertanian yang bisa terganggu. Saat ini mulai bermunculan para investor yang melirik bidang pertanian, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Oleh karena itu, kaum muda hendaknya berpikir dengan kritis tantangan ke depan untuk bersaing dengan kecerdasan buatan dan digitalisasi akan sangat sulit, maka kiranya menggunakan kesempatan di bidang pertanian ini merupakan pilihan logis, sebelum para investor dari luar tertarik berinvestasi di bidang ini. Ingat bahwa manusia butuh makan dan berapa pun harganya ''tetep tak tuku'' atau tetap dibeli, karena pangan adalah kebutuhan dasar manusia. Salam waras.
Toraja , 15 Juni 2024
Rahayu. Rahayu, Rahayu
Kusumo Pawiro Danu Atmojo Jayadiningrat