''MEMANIPULASI ''TUHAN''
Mendapat kiriman video tempat ibadah tepat di hari ibadah, terlihat sepi, hanya beberapa orang saja. Padahal tampak tempat ibadah itu luas dan kursi banyak, tetapi yang duduk jarang. Diberi keterangan bahwa yang ikut ibadah hanya orang tua-tua. Kemana kaum muda? Kenapa orang mulai meninggalkan tempat ibadah?
Gejala ini tidak hanya di luar negeri, sedikit demi sedikit juga akan mulai terjadi di negeri kita. Hal ini sesuai dengan makin kritisnya manusia modern dalam memandang keyakinan. Orang muda tidak lagi bertemu ''Tuhan'' di tempat ibadah, mereka bertemu ''Tuhan'' di ruang-ruang publik, dengan membawa nasi bungkus, mie instan, air mineral, uang dsb, mereka bertemu dengan ''Tuhan'' dan berdialog sambil memberikan sesuatu untuk meringankan hidup. Mereka bertanya kesulitan yang ''Tuhan'' alami dan berusaha membantu sedapat mungkin. Mereka merasakan tidak menemukan ''Tuhan'' di tempat-tempat ibadah, di situ mereka hanya bertemu orator ulung yang menjual ''Tuhan'', mereka hanyalah orang yang membutuhkan jemaah sebagai klien atau nasabah yang mudah ditakut-takuti dengan surga dan neraka. Bagi orang muda 'Tuhan' mereka sudah bwrgeser keberadaannya, tidak lagi di tempat ibadah. Mereka melihat 'Tuhan' ketika Aku lapar engkau memberiku makan, ketika Aku harus engkau memberiku minum, ketika Aku sakit engkau menjenguk aku, ketika Aku dalam penjara engkau melawat Aku, ketika Aku tidak berpakaian engkau memberi pakaian. Inilah 'Tuhan' nya orang muda yang ada di sekitarnya, bukan di tempat ibadah.
Cara pandang terhadap 'Tuhan' mulai bergeser dan ini sesuai dengan cara pandang spiritual tentang Sang Hyang Sejati atau entitas yang lebih tinggi yang keberadaannya dekat dengan urat lehermu. Dalam kacamata spiritual Sang Hyang Sejati begitu dekat, bahkan ada di dalam diri dan sekitar kita. Untuk bertemu dengannya, amatlah mudah, tidak perlu ritual, tetapi sadar bahwa Dia di dalam aku dan aku di dalam Dia, 'Manunggal'. Dengan demikian carilah Dia di dalam dirimu dan di dalam mahkluk di sekitarmu, serta dalam alam semesta, bukan di tempat ibadah. Inilah hakekat Sang Hyang Sejati. Hubungan dengan Sang Hyang Sejati secara personal, jadi masing-masing akan dapat menemukan, bukan dalam keramaian ritual di tempat ibadah. Bagi orang muda tempat ibadah merupakan tempat berkumpul dan bersosial, bukan lagi untuk menemukan 'Tuhan'.
'Tuhan' ditemukan di tempat hening, dalam kedalaman pikiran dan hati. Di situlah manusia berdialog berkomunikasi untuk mencari pencerahan dalam kehidupan nyata. Pemahaman spiritual ini merupakan kemajuan manusia dalam ber spiritual atau berkeyakinan. Orang melihat bahwa kosongnya tempat-tempat ibadah, hanya orang tua saja yang menghadiri, dari sudut agama dipandang sebagai suatu kemunduran dalam hidup keagamaan. Memang demikian adanya, namun dari sudut spiritualitas bukan lagi kemunduran yang terjadi, tetapi hanya perubahan dalam gaya berkeyakinan. Kalau dipandang dari orang hidup pada zaman berkembang dan majunya kehidupan keagamaan dikatakan sebagai arah kemunduran dalam beragama. Tetapi dipandang dari orang masa kini dan masa depan beralihnya cara berkeyakinan dengan lebih pada spiritualitas, merupakan suatu kemajuan, bahwa manusia tidak lagi berkeyakinan dengan melihat ke belakang, namun manusia dalam ber spiritual melihat di sini, saat ini, seperti ini serta berpandangan ke depan. ''Tuhan'' ada di depan bukan di belakang, Dia sendiri yang membawa manusia memasuki cara baru dalam berkeyakinan. Membaca tanda tanda zaman dan tanda alam semesta, adalah cara memahami dan memaknai hidup.
Di masa lalu 'Tuhan' dimanipulasi dengan berbagai narasi yang diciptakan manusia. Era itu sudah berlalu, sekarang Sang Hyang Sejati telah mewujud dalam bentuk semesta beserta isinya. Ini lah spiritual baru yang akan mengantar umat manusia memasuki peradaban baru dunia. Mungkin hal ini masih asing dan tidak masuk akal bagi kebanyakan orang yang taat beragama, tetapi bagi para spiritualis hal ini tidak mengejutkan, karena semua berproses sesuai kehendak evolusi semesta. Manusia akan berubah dalam cara pandang berkeyakinan. . Model keyakinan masa lalu merupakan cara semesta mendampingi manusia selama ini menuju kesadaran baru, menjadi manusia paripurna. Kebangkitan spiritual muncul di mana-mana tanpa bisa dibendung, karena ''Tuhan'' alam semesta langsung menyentuh individu dengan caranya. Bahkan melalui keyakinan itu sendiri, manusia akhirnya menemukan spirituakitas yang sesungguhnya. Hanya saja banyak yang belum berani menyatakan, karena masih terikat dengan sistem keagamaan yang masih kental. Kalau saja sistem hidup sosial tidak lagi mendudukkan agama dalam ranah sosial, tetapi mendudukkannya ke ranah pribadi, maka sudah dapat dipastikan tempat ibadah akan sepi, tidak ada lagi yang beribadah di tempat ibadah. Manusia menemukan sendiri ritual nya dalam hening dan kekosongan.
Orang tidak dapat lagi menanipulasi 'Tuhan' hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok, karena tindakan manipulasi memiliki tujuan tertentu dalam hal tindakan penanaman gagasan, dogma, doktrinisme, sikap, sistem berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu.
Manusia di era keterbukaan informasi dan kesadaran hakekat dirinya di semesta akan mengubah cara berkeyakinan, tidak lagi terikat dengan dogma dan indoktrinasi ''Kitab Tanpo Tulis'' akan menjadi bacaan saat ini, di sini dan seperti ini, sambil terus berjalan menyongsong masa depan dengan cara pikir dan cara pandang baru. Ini bukan kemunduran dalam berkeyakinan, tetapi suatu kemajuan cara berkeyakinan dengan spiritualitas baru yang ditemukan, hal ini karena pikiran kritis dan logis bukan berdasar dogma yang harus diyakini, meski itu sebenarnya kesepakatan atau indoktrinasi pada zamannya. Sekarang zaman berubah dan setiap zaman ada masanya sendiri yang sesuai dengan alur evolusi semesta.
Manusia tidak lagi bisa memanipulasi 'Tuhan', karena manusia bergerak bersama Sang Hyang Sejati yang ada dalam diri dan semesta. Dengan kemampuan kecerdasan dan sikap kritis manusia yang semakin merasuki setiap diri manusia, maka manusia makin menyadari keberadaannya di semesta sebagai partner dalam penciptaan, meng- karsa dan meng- karya dalam dunia. Panggilan ini dipertanggung jawabkan dengan penuh sukacita dan 'welas asih', bukan hanya sebagai 'lips service' yang dilontarkan oleh penganut dogma dan doktrin. Manusia benar benar berada di dalam kehidupan di sini, saat ini dan seperti ini, bukan dalam utopia semu.
Salam waras.
Mino, 27 Desember 2023
Rahayu. Rahayu, Rahayu
Kusumo Pawiro Danu Atmojo Jayadiningrat