':RAHAYU NIR ING SAMBIKALA'
Suatu saat ketika pergi ke suatu desa yang agak pelosok di daerah Yogya untuk bertemu dengan seorang teman, saya mendapat petunjuk atau ''ancar-ancar'' letak rumahnya. Sesampai di daerah tersebut, karena memang belum tahu wilayah dimaksud, maka untuk meyakinkan, kemudian mendatangi suatu rumah yang kebetulan sedang ada beberapa orang duduk-duduk di teras bercerita.
Dengan menggunakan bahasa Jawa, saya menyapa: ''Kulo Nuwun, nyuwun sewu, badhe tanglet, dalemipun pak... menika ingkang pundi?'' . Terjemahannya ''Permisi, maaf mengganggu, mau bertanya, rumahnya pak...itu yang sebelah mana?' Salah satu bapak yang duduk di depan kemudian menunjuk salah satu rumah bercat biru, tiga rumah dari tempat tersebut. Kemudian salah salah satu bapak yang lain nyelutuk:'' Wah... Saking nagari, njeh? Ketawis saking ngendikane, mlipis.': terjemahannya ''Wah ... dari kota, ya? Kelihatan dari gaya bicaranya, halus. ''
Saya pun menganggukkan kepala seraya mengucapkan terima kasih, dan menuju rumah yang ditunjukkan.
Ternyata dari gaya bicara dapat diketahui siapa orang tersebut.
Dalam keseharian sekarang jarang terucap kata-kata dengan bahasa Nusantara, seperti '' Rahayu sagung dumadi'' atau "kalis ing rubeda, nir ing sambikala". atau ''Wilujeng sumping'' dalam bahasa Indonesia artinya selamat datang'' atau 'sampurasun'' merupakan singkatan dari kata sampura dan sapun, yang artinya mohon maaf dan mohon ampun. Juga kata ''tabe'; pagarri; paramisi - terima kasih = kurre sumanga'", dan sapaan lain bahasa Nusantara. Sapaan dari bahasa Nusantara twrsebut sudah tergantikan dengan bahasa dari luar Nusantara, yang kurang lebih artinya sama. Orang Nusantara lebih bangga dengan bahasa dari luar Nusantara, memprihatinkan memang anak bangsa ini.
Padahal makna dari sapaan tersebut sangat bagus dan mendalam. Mari kita dalami lebih lanjut, sapaan bahasa Nusantara, khususnya bahasa Jawa. Sapaan seperti ''Rahayu sagung dumadi'' atau "kalis ing rubeda, nir ing sambikala"., biasa di dengar dalam kata pembukaan atau penutupan sambutan, tetapi hanya dalam kalangan tertentu, khususnya mereka yang mempelajari budaya atau dalam sambutan atau tulisan bahasa Jawa. Kalau kita urai kata demi kata, arti dari Rahayu: adalah selamat, sehat, beruntung, sejahtera, luput, terhindar dari celaka dan marabahaya
'Sagung' artinya semua
'Dumadi' (um + dadi) adalah : titah, yang menjadi atau dijadikan
'Kalis' artinya tak bisa terkena, terhindar dari sakit atau lelara, musibah atau kecelakaan Sedangkan 'Ing' artinya di, dalam.
Rubeda artinya masalah, halangan, kesulitan
Adapun kata 'Nir' artinya tanpa, Sedangkan "sambikala'adalah halangan, celaka.
Maka secara utuh dapat diartikan ''Semoga keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan selalu bersama kita semua sebagai makhluk ciptaanNya dengan segala aspeknya.''
Dari pengertian tersebut yaitu '' keselamatan"" bermakna semoga kita mampu menjaga kesadaran untuk hidup di bumi yang penuh tipu daya nafsu ini.
''Kedamaian'', suasana damai akan berimplikasi pada kesejahteraan, suasana hati dan ruang lingkup yang damai tentu akan menciptakan suasana kondusif bagi usaha dan semangat meraih kesejahteraan jiwa dan raga kita.
'semua sebagai mahkluk ciptaanNya'' memiliki berbagai aspek kehendakNya, energiNya, kasihNya, dan ruhNya.
Sedangkan ''Rahayu'' yang berasal dari kata ''Rhasa Lan Memayu'', juga dimaknai sebagai kesadaran untuk menyebarkan kebaikan, rasa aman, dan damai yang diharapkan menjadi perilaku keseharian yang dilandasi kesadaran agung jiwa-jiwa tercerahkan. Jadi Rahayu bukan hanya harapan atau doa, namun juga sikap mental dan perilaku dari penghayat kepercayaan atau spiritualis sesungguhnya.
Oleh karena itu, makna dari ''Rahayu'' yang lebih luas sebagai bentuk ''Mamayu Hayuning Pribadhi'' atau rahmat bagi diri pribadi. ''Mamayu Hayuning Kaluwarga'' atau rahmat bagi keluarga, dan ''Mamayu Hayuning Sasama' atau ' rahmat bagi sesama manusia. Pada akhirnya bermuara pada ''Mamayu Hayuning Bhuwana'' atau rahmat bagi alam semesta.
Begitu mendalam makna sapaan dari salah satu bahasa Nusantara, sayangnya sudah banyak ditinggalkan oleh anak negeri ini. Untuk membangkitkan kembali budaya Nusantara, bukan berarti akan membuat bangsa ini tersekat dengan suku, tetapi untuk semakin menghayati kebhinekaan yang memang menjadi pondasi bagi bangsa ini bersatu sebagai satu bangsa Indonesia. Tanpa adanya perbedaan, kita tidak akan menghormati persatuan. Kebangkitan Nusantara ini harus dimulai dari diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan bahkan dunia. Jangan lagi kita bangga dengan sapaan bangsa lain, yang sebenarnya negeri kita telah memiliki dan berakar pada budaya Nusantara, yang kedalaman maknanya sangat luar biasa. Jaga kata dan perbuatan, yang selaras dengan budaya bangsa, jangan tinggalkan budaya adiluhung milik kita sendiri dan bangga dengan warisan leluhur Nusantara. Ayo kembali ke budaya leluhur. Salam waras.
SELAMAT HARI IBU.
KEMBALILAH PADA BUDAYA IBU PERTIWI, YANG ADILUHUNG.
Mino, 22 Desember 2023
Rahayu. Rahayu, Rahayu
Kusumo Pawiro Danu Atmojo Jayadiningrat