Cerita Bersambung (CerBung)
PENDEKAR DARI PUNCAK MERAPI (0102)
Oleh: Ki Kusumo P.D.A.J
Situasi tersebut membuat rombongan Ki Joko dan Bapa Jati berhenti. Mereka semua merenungkan betapa dahsyatnya letusan gunung Merapi, yang mengakibatkan hilangnya pemukiman di lereng selatan gunung Merapi. Mengingat tidak mungkin masuk ke wilayah bencana, apalagi nampak hamparan batu, kerikil dan pasir tersebut masih mengepulkan asap tipis, yang berarti kondisinya masih panas, maka rombongan kembali membicarakan kelanjutan perjalanan. Suka tidak suka, akhirnya mereka sepakat meneruskan perjalanan ke Kiskendo, meskipun ada rasa kecewa dan prihatin di hati Rara Selasih. Tidak mungkin ia mencari sendiri ayahnya, disamping itu ayahnya sudah berencana untuk ke Kiskendo, hanya karena gunung Merapi aktif dan beliau sebagai penanggungjawab penduduk di pedukuhan Loh Watu, maka harus menunda perjalanan ke Kiskendo. Untung Rara Selasih bersama orang-orang tua yang sudah menjadi sepwrti kakek dan neneknya, jadi ia pun merasa tenang. Apalagi Nyi Sumirah yang begitu menyayangi seperti seorang ibu yang penuh kasih dan memahami hati anak muda.
Perjalanan menuju Kiskendo lancar dan tidak ada halangan yang berarti. Memasuki desa Kiskendo rombongan memperlambat laju kuda sambil menikmati perbukitan yang indah, dingin dan tenang. Suasana ini mengingatkan Ki Joko dan Bapa Jati ketika masih remaja. Sebagai kakak beradik mereka sering diajak kakek dan neneknya, Bapa Anggling dan Nyi Kedasih, pergi ke desa tetangga menghadiri acara, dan jalan yang sekarang dilewati ini menjadi saksi bahwa mereka bwrdua sering melewati. Jalannya tetap sama, tidak banyak perubahan, hanys sekarang agak lebar dan di kiri kanan banyak persawahan dan ladang serta beberapa rumah penduduk. Memasuki gerbang desa, mereka tetap berjalan pelan sambil bercerita masa-masa kecil yang penuh kenangan. Bertahun-tahun mereka meninggalkan desa Kiskendo, sekarang kembali lagi ke desa untuk melanjutkan estafet kepemimpinan dan bertanggungjawab untuk menggembleng anak-anak muda menjadi orang muda yang tangguh dan mandiri. Beban yang tidak ringan selagi usia mereka mulai memasuki masa senja, tetapi itulah pengabdian yang tidak dibatasi dengan usia, selagi masih bisa bermanfaat bagi banyak orang maka tetap bersemangat.
Ketika mereka masuk desa, beberapa orang yang bertemu menyapa mereka dengan sopan dan hormat, namun mereka di belakang berbisik dengan yang lain: ''Kasihan cucu Bapa Anggling .... mereka tidak tahu kalau Bapa sakit keras!'' Memang Ki Joko dan Bapa Jati merasa sedikit aneh dengan tatapan mata penduduk desa yang kurang semangat dan menatap keduanya dengan rasa iba. Tetapi sama sekali tidak terpikirkan bahwa Bapa Anggling dalam keadaan sakit, karena tiga bulan yang lalu ketika meninggalkan Kiskendo beliau dalam keadaan sehat walafiat. Masuki regol perguruan Walang Kinasih, mereka disambut oleh beberapa cantrik yang langsung memegang kendali kuda untuk ditambatkan. Salah satu cantrik memberitahukan keadaan Bapa Anggling yang sedang sakit keras. Mendengar hal tersebut Ki Joko dan Bapa Jati bergegas masuk ke rumah disusul oleh Nyi Sumirah dan Rara Selasih.
Begitu masuk ke rumah induk dan bertemu dengan seorang cantrik Ki Joko bertanya dimana Bapa Anggling beristirahat. Setelah ditunjukkan, maka mereka mengetuk pintu dan terdengar suara Bapa Anggling lirih mempersilahkan masuk. Ketika pintu dibuka, nampak Bapa Anggling terkulai lemas di tempat tidur ditunggui seorang cantrik sambil makan siang. Melihat kedatangan rombongan Ki Joko datang, wajah Bapa Anggling langsung cerah dan tersenyum, menandakan kegembiraan hatinya. Setelah cantrik keluar, maka Bapa Anggling meminta cucu-cucunya duduk dan beliau bercerita tentang keadaan sepeninggqlan mereka berangkat ke lereng Merbabu. Bapa Anggling bercerita kalau beliau mencoba menghibur diri dengan menambah berbagai kegiatan, tetapi ternyata raganya tidak lagi seperti dulu, sehingga satu minggu ini harus beristirahat karena sakit batuk dan lemas.
Mereka menjadi lega setelah tahu kondisi yang sebenarnya, Bapa Jati merasa bersalah karena tidak kembali ke Kiskendo tetapi ikut rombongan ki Joko, dan meminta maaf pada kakeknya Bapa Anggling. Lalu Bapa Jati bercerita kalau terpaksa ia ikut, karena mendapat berita tentang letusan gunung Merapi yang dahsyat dan desa Loh Watu terkena dampak yang cukup serius. Bapa Anggling bisa mengerti apa yang dilakukan cucunya, yang penting mereka sudah kembali dengan selamat. Kiranya rencana-rencana yang tekah dibicarakan bisa dilaksanakan sekembalinya cucu-cucu. Bapa Anggling lalu meminta cucu-cucunya tidak usah kawatir dengan keadaannya, dan mempersilahkan mereka untuk beristirahat setelah menempuh perjalanan panjang.
Bersambung ....
SELAMAT SORE. TETAP SEMANGAT