Cerita Bersambung (CerBung)
PENDEKAR DARI PUNCAK MERAPI (0100)
Oleh: Ki Kusumo P.D.A.J
Setelah mengamati situasi yang ada, Pandu dan Ningrum memutuskan untuk menghindari kerumunan binatang tersebut agar tidak mengganggu binatang yang sedang asyik mencari makan, apalagi jumlah monyet yang begitu banyak dapat membahayakan kalau diganggu. Kemungkinan monyet-monyet tersebut turun gunung karena situasi di puncak Merapi sangat membahayakan diakibatkan adanya letusan. Biasanya binatang akan turun dari puncak Metapi sebelum gunung meletus, mereka memiliki insting yang kuat terhadap adanya bencana yang akan datang. Itulah yang menjadi salah satu bacaan alam bagi mereka yang tinggal di sekitar gunung Merapi, kalau binatang mulai turun gunung pertanda adanya bencana dan penduduk mulai waspada serta bersiap untuk meninggalkan lokasi mencari tempat yang lebih aman. Pengetahuan ini disampaikan turun temurun sehingga tidak terjadi banyak korban.
Namun betapa kagetnya mereka berdua ketika mau mencari jalan lain dengan keluar dari jalur sungai, di pinggir aungai telah duduk si kakek pada sebuah batu sambil melonjorkan kakinya dan berkata: ''Kalian mau kemana? .... meninggalkan hutan larangan begitu saja!!!'' Tanpa basa-basi si kakek langsung menyerang dengan jurus-jurus ilmu kanuragan yang ia peragakan sewaktu di hutan larangan. Serangan tersebut sangat membahayakan dan dapat mencelakai yang diserang kalau tidak memiliki ilmu kanuragan yang tangguh. Untung saja Pandu dan Ningrum sudah berlatih memeragakan ilmu yang dimiliki si kakek, sehingga mereka pun dengan cepat menghindari dengan jurus yang didapat dari si kakek sendiri. Melihat serangan pertamanya gagal, si kakek meningkatkan serangan dengan sangat cepat. Karena Pandu dan Ningrum merasa tidak ada permusuhan diantara mereka, maka mereka berdua tidak melakukan serangan balik, tetapi hanya bertahan atau menghindar dari serangan si kakek. Apalagi sudah ada niat dari keduanya unruk minta maaf karena secara tidak disadari si kakek telah mengajarkan mereka ilmu dan mereka takut kalau dikira ''mencuri'' ilmu si kakek.
Perkelahian pun semakin sengit, satu pihak memberikan serangan yang mematikan dan di pihak lain hanya bertahan dan menghindar tanpa membalas menyerang balik. Serangan bertubi-tubi, tetapi tidak satupun yang dapat melumpuhkan lawan, menjadikan si kakek kelelahan dan menghentikan serangan lalu kembali duduk di atas batu dengan posisi meditasi. Pandu dan Ningrum saling pandang dengan tetap waspada, siapa tahu si kakek akan melepaskan ajian pamungkas. Diam-siam Pandu dan Ningrum pun berjaga-jaga dengan mempersiapkan diri dengan ajian yang dimiliki. Tampak si kakek membuka mata dan berkata: '' Heee .... heee .... Kalian berdua luar biasa mampu menyerap ilmu kanuraganku dengan sangat baik, dengan demikian kalian akan bisa keluar hutan larangan.''
Lalu si kakek melanjutkan: ''Selama ini belum ada satupun orang yang masuk hutan larangan mampu menirukan gerakan jurus ilmu kanuraganku .... karena mereka tidak mampu, maka mereka tidak bisa keluar hutan larangan .... heee ....heeee.... Ketika aku serang ..... mereka tidak mampu bertahan .... bahkan lari kembali ke dalam hutan larangan .... yah kalau tidak ketemu binatang buas .... sudah pasti mati kelaparan .... heeee .... heee.''' Mendengar perkataan si kakek, Pandu dan Ningrum menjadi bergidik, ternyata sadis juga si kakek, tidak menolong mereka tetapi membiarkan mereka kebingunan masuk kembali ke dalam hutan larangan. Si kakek kembali melanjutkan perkataannya, bahwa ia akan melindungi siapa saja yang masuk hutan larangan dari binatang buas, sambil melatih mereka ilmu kanuragan, tetapi kalau tidak mampu menguasai, maka akan dibiarkan penghuni hutan mengajari mereka bagaimana bertahan hidup. Mendengar itu, Pandu dan Nngrum makin tidak mengerti cara bertindak si kakek aneh.
Selanjut Pandu dan Ningrum menyampaikan permintaan maaf karena telah menguasai ilmu kanuragan milik si kakek aneh, dan memohon izin untuk menjadi muridnya. Hal itu mereka lakukan sebelum si kakek aneh berubah pikiran menyerang kembali. Si kakek tidak menjawab tetapi hanya twrtawa terbahak mendengar apa yang dikatakan Pandu dan Ningrum. Kemudian ia berjalan menuju gerombolan monyet dan bertingkah seperti monyet sambil mengeluarkan suara monyet. Mendengar suara tersebut, monyet yang berada di tengah sungai berlari menepi bergelayutan di pohon, si kakek kemudian memberi isyarat pada Pandu dan Ningrum unruk melanjutkan perjalanan menyusuri sungai ke arah selatan. Ketika melewati gerombolan monyet yang berada di kiri kanan sungai, mereka berdua terheran, monyet-monyet tersebut tidak mengganggu malahan seperti memberi salam selamat jalan. Ternyata si kakek memang aneh dan luar biasa dapat menjadi pawang binatang di hutan larangan.
Bersambung ....
SELAMAT SORE. TETAP SEMANGAT