LONTAR PUSAKA
Serial: Prahara di Merbabu (0004)
Oleh: Ki Kusumo P.D.A.J
Ketika Kedasih terus melaju berlari, tanpa ia sadari sampai di pinggir tebing yang curam dan dalam, di kejauhan tampak padang ilalang yang berada jauh di bawah. Ia sempat berpikir untuk meloncat ke dalam jurang tersebut darpada ditangkap gerombolan perampok, lebih baik mati di dasar jurang. Tetapi ketika ia menengok ke bawah, nampak bebatuan berserak berbatasan dengan padang ilalang, pikirannya jadi ngeri melihat itu, terbayang tubuhnya melayang jatuh dan membentur bebatuan, sudah pasti tewas seketika. Ia pun mengarahkan pandangan ke sisi kanan dan kiri, semuanya tebing yang sangat curam, hanya di sebelah kanan sepertinya ada turunan yang menuju ke padang ilalang. Hanya dari situ saja nampaknya ia dapat turun dari lereng yang curam, maka ia pun berlari ke arah kanan menyusuri tebing. hampir saja ia terjatuh terpeleset karena licinnya jalan, untung tangannya dapat meraih akar pohon sehingga ia dapat dengan susah payah kembali ke atas. Malang bagi Kedasih begitu sampai di atas terdengar suara langkah para perampok dan teriakan mereka yang telah menemukan jejak kaki Kedasih.
Mendengar suara para perampok yang semakin dekat, Kedasih pun berlari sekuat tenaga sehingga ia pun kehabisan tenaga dengan nafas tersengal-sengal ia pun berhenti menunduk sambil mengatur nafas. Di saat ia berhenti ternyata ada seorang perampok yang datang dari arah bwrlawanan melihatnya dan langsung berteriak: ''' Itu .... tawanan kita .... cepat kepung dia!'' Teriakan tersebut benar-benar mengagetkan Kedasih yang baru mengatur nafas kelelahan. Dari segala penjuru bermunculan para perampok yang telah mendengar teriakannya, karena sudah terkepung Kedasih pun kebingungan mau lari kemana, di belakangnya jurang yang begitu dalam tidak terlihat ujungnya, di depan kiri-kanan para perampok maju perlahan sambil tertawa-tawa dan berkata: ''Mau lari kemana.... kelinci kecil ....menyerahlah .... biar aku bawa ke kakang Suro Branjang, tapi sebelumnya akan kami nikmati dulu dagingnya.... haaahaaa.'' Bulu kuduk Kedasih berdiri dan seluruh tubuhnya menggigil melihat situasi yang menjepitnya dan mendengar omongan berandalan yang menjijikkan.
Sebelum para perampok menangkapnya dengan sekuat tenaga Kedasih pun melemparkan golok di tangannya kearah seorang perampok yang terdepan yang membentangkan kedua tangannya mau menangkap Kedasih. Perlawanan Kedasih tersebut mengagetkan begundal tersebut, sehingga ia tidak mampu mengelak lemparan golok Kedasih yang mengarah ke dadanya. Bersamaan dengan itu, tanpa pikir panjang sambil memeluk kotak yang dibawanya Kedasih pun menceburkan diri ke jurang dan tubuhnya pun melayang jatuh tak terbendung. Para perampok yang melihat hal tersebut hanya dapat melongo dan berteriak mengumpat sambil berusaha mengejar tapi tidak ada gunanya. Sedangkan temannya yang kena lemparan golok terjatuh dan terguling ke dalam jurang meluncur mengukuti tubuh Kedasih. Para perampok hanya dapat melihat dua tubuh yang meluncur ke bawah dan tidak bisa berbuat apa-apa, hanya berpikir bahwa Kedasih pasti tewas terbentur bebatuan di bawah begitu pula temannya. Maka mereka pun menghela nafas menyesal tidak dapat menangkap tawanan dan kehilangan seorang teman. Akhirnya mereka memutuskan kembali untuk melaporkan kejadian itu ke Suro Branjang.
Tubuh Kedasih meluncur ke jurang dengan cepat, ia pun menutup mata dan pasrah dengan keadaan, ia hanya bisa berteriak:''Tolooooong ....''
Teriakan itu menggema diantara tebing-tebing dan sudah tidak ada harapan ada yang dapat menolong, adanya berserah diri pada Sang Hyang Widi. Kedasih pun pingsan dengan teriakan terakhir minta tolong, tetapi ternyata Sang Hyang Widi belum menghendaki perjalanan hidup Kedasih sampai di situ. Dengan sigap sesosok bayangan putih meluncur menangkap pinggang Kedasih sebelum menyentuh batu yang menghadang di bawah, dengan lincah bayangan putih tersebut mendarat di sebuah batu, kemudian berloncatan naik ke atas tebing yang menjulang tinggi. Kemudia menghilang dibalik bebatuan yang menjorok di tebing yang menyerupai lapisan batu yang tertata berlapis-lapis. Sedangkan tubuh perampok yang juga meluncur jatuh tak terbendung lagi jatuh membentur batu di bawah yang membuatnya tewas seketika.
Sementara itu di desa Ketanggung tempat tinggal Kedasih yang berada jauh di bawah lereng Merbabu, duka mendalam menyelimuti penduduk desa. Somogeni ayah dari Kedasih tewas ditangan perampok, demikian pula pimpinan pengawal Dipo Karang juga tewas karena terkena senjata yang mengakibatkan darah mengucur keluar hingga kehabisan darah dan tidak tertolong lagi. Beberapa anak buah Dipo Karang juga terluka parah, kelakuan para perampok benar-benar ganas. Selain menewaskan lurah Somogeni, mereka merampok habis-habisan semua hartanya. Istrinya yang siuman melihat situasi tersebut menangis sejadi-jadinya, apalagi mendengar kalau anak gadis semata wayang dibawa perampok. Kesedihan yang sangat mendalam membuat Nyi Somogeni tidak mampu lagi berpikir normal, maka tanpa disangka-sangka oleh para penduduk yang baru berusaha menolong yang terluka parah, Nyi Somogeni berlari menghampiri jenasah suaminya sambil menangis meraung, ia pun memeluk suaminya yang terbujur kaku. Para penduduk hanya bisa menarik nafas sambil mengelus dada melihat kondisi tersebut, betapa pedih hati seorang istri yang melihat suaminya tewas di halaman rumahnya, belum lagi anak gadisnya hilang, dan hartanya raib. Kejadian yang menggenaskan dan diluar dugaan, sepanjang siang kemarin mereka masih bercengkerama sekarang sudah tinggal nama dan kenangan menyedihkan.
Dalam situasi kalut tersebut, ketika melihat tombak pendek yang masih tergeletak di samping jenasah suaminya, Nyi Somogeni langsung meraihnya dan sambil berteriak: ''Kakang .... Aku ikut ....''' sambil menancapkan tombak tersebut ke ulu hatinya, Nyi Somogeni pun roboh di atas tubuh suaminya. Para penduduk yang berada di rumah Somogeni yang sibuk menolong terkejut melihat apa yang dilakukan Nyi Somogeni dan berusaha menolong, tapi terlambat, Nyi Somogeni menyusul suaminya tewas. Kejadian tersebut membuat syok penduduk, dalam waktu semalam ada kejadian yang sama sekali diluar dugaan, perampokan keji yang menewaskan lurah Somogeni dan pengawalnya disusul Nyi Somogeni. Apalagi kejadian tersebut tidak diketahui oleh para penduduk, mereka semua terlelap tidur terkena ajian 'sirep' yang ditebarkan para perampok. Mereka benar-benar menyesali orang baik seperti lurah Somogeni dan istri tewas menggenaskan. Ki lurah dan istri dikenal sebagai saudagar kaya di desa tersebut, yang memiliki sifat dermawan dan suka menolong tanpa pandang bulu. Sifat itu juga menurun pada anak gadisnya Kedasih, meski anak orang kaya, dia tidak segan-segan bergaul dengan pemuda-pemudi desa dan selalu ikut bergotong royong serta mengajak teman sebayanya melakukan kegiatan positif bagi orang muda.
Karena keluarga Somogeni tidak memiliki sanak famili di desa Ketanggung, maka para penduduk dibawah koordinasi kepala dukuh mengadakan upacara pemakaman tiga korban perampokan secara layak. Kepala padukuhan pun segera melaporkan kejadian tersebut ke penguasa tanah perdikan. Penduduk desa Ketanggung benar-bebar berduka, beberapa hari peristiwa perampokan itu menjadi bahan pembicaraan. Atas indtruksi kepala dukuh maka penjagaan pun diperketat. Pos ronda yang sebelumnya tidak terlalu ramai, sejak kejadian perampokan di rumah lurah Somogeni, sekarang banyak pemuda yang berkumpul melakukan ronda malam. Itulah yang selalu terjadi, bilamana ada peristiwa baru mulai berjaga, ketika situasi aman kadang lengah sehingga terjadi peristiwa yang tidak diduga. Hal yang manusiawi terjadi, orang terlena dengan situasi yang nyaman, yang seharusnya selalu siap dan waspada dalam situasi apapun, karena manusia tidak pernah tahu yang akan terjadi ke depan. Harus selalu waspada karena tuan rumah tidak akan tahu kapan pencuri datang. Demikian pula dalam hidup orang tidak tahu kapan ajal menjemput, seperti lurah Somogeni yang baru datang dari berdagang, tahu-tahu tewas ditangan perampok. Manusia harus berbuat baik kapan saja agar layak dikala harus dipanggil pulang oleh Sang Hyang Widi.
Bersambung ....
TETAP SEMANGAT BERKREASI